Membangun Kapasitas Pemimpin Muda dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih dalam Kegiatan Dialog Kebangsaan

Pada tanggal 3 Juni 2023, DPM FMIPA mengadakan kegiatan Dialog Kebangsaan dengan tema “Membangun Kapasitas Pemimpin Muda dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih dan Mencegah Politik Uang dalam Pemilihan Umum”. Kegiatan tersebut merupakan salah satu program kerja dari komisi C, kegiatan tersebut diadakan sebagai pelatihan advokasi. Dalam kegiatan tersebut, pemateri yang diundang juga merupakan orang yang hebat yaitu Muhammad Danu Winata, MA., M.Si selaku pengamat komunikasi politik dan Eka Rahmawati, S.Sos selaku koordinator Divisi pencegahan dan partiaipasi masyarakat BAWASLU Jawa Timur. Kegiatan ini dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 13.00 WIB dengan jumlah peserta sekitar 20 orang.

Dalam kegiatan dialog ini, dimulai dengan pemateri yang menjelaskan tentang bagaimana seorang pemuda harus dapat menempatkan dirinya dalam masa pemilihan dan juga disarankan untuk menjadi contoh bagi pemuda lainnya. Pemateri juga menyampaikan bagaimana BAWASLU menangani hal yang membuat pemilihan yang tidak normal. Kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab dan studi kasus oleh peserta. Dalam studi kasus sendiri, para peserta dibagi dalam beberapa kelompok dan kemudian berdiskusi tentang kasus yang diperoleh secara acak. Pada kegiatan ini juga terdapat reward bagi peserta yang memiliki pertanyaan yang bagus dan peserta yang aktif. Reward peserta teraktif diraih oleh Hafsah Shufaira yaitu peserta dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, selain itu Reward penanya terbaik diraih oleh Muhammad Iqbal Ainul Yaqin, peserta dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kegiatan dialog kebangsaan ini berlangsung secara lancar mulai dari pembukaan sampai penutupan acara.

Enggankah?

dpm.fmipa.unesa.ac.id – PTN-BH memiliki status badan hukum yang berarti mereka memiliki kedudukan hukum tersendiri dan terpisah dari administrasi pemerintah. Status hukum ini memberikan mereka otonomi dalam mengelola operasi dan keuangan mereka. PTN-BH memiliki fleksibilitas dalam pengambilan keputusan, termasuk kemampuan untuk bermitra dengan lembaga lain, terlibat dalam kegiatan komersial, dan mengelola keuangan mereka sendiri.

Keuangan yang dimaksud masih kurang transparan penggunaannya sehingga mahasiswa masih menuntut bukti penggunaan dana yang telah diterima dan dikeluarkan oleh pihak universitas. Hal ini dapat disoroti dari kesenjangan Unesa Lidah Wetan dan Unesa Ketintang. Mahasiswa membayar UKT yang sama tetapi mendapatkan fasilitas yang berbeda. Kita memang tidak perlu gedung megah yang dirasa terlalu berlebihan oleh birokrasi, tapi bukankah kita memiliki hak yang sama untuk mendapatkan fasilitas kelas dan laboratorium sesuai dengan kebutuhan? Dua hal tersebut saja masih kurang, lalu kemanakah larinya UKT para mahasiswa Unesa ketintang?

Unesa memang menjamin tidak naiknya UKT mahasiswa ketika sudah menyandang gelar PTN-BH, tetapi apakah tidak naiknya UKT juga berarti tidak naiknya fasilitas? Akankah para birokrasi tetap membiarkan fasilitas Ketintang yang dilihat ”bobrok” ini dan lebih menikmati fasilitas lengkap di Lidah Wetan?

Upaya demonstrasi sudah dilakukan, diskusi terbuka-pun sudah. Namun hasilnya belum terlihat sama sekali. Bapak/Ibu sekalian sudah enggan mendengarkan aspirasi mahasiswa?

penulis: Anggita

Kenali ParPolnya, Kenali Calegnya, Kenali Capresnya

Penulis : Ahmad